Gaya Hidup Instan dan Penyakit Kronis di Usia Muda
16 jam lalu
Dalam wawancara mendalam dengan beberapa mahasiswa dan pekerja muda di pusat kota, muncul pola yang sama: sarapan mie instan di pagi hari.
***
Wacana ini ditulis oleh Michel Anatasya Ramadani, Luthfiah Mawar M.K.M., Helsa Nasution, M.Pd., dan Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si. Lalu diedit oleh Nadia Saphira, Amanda Aulia Putri, Naysila Prasetio, Winda Yulia Gitania Br Sembiring, dan Annisa Br Bangun dari IKM 5 Stambuk 2025, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UIN Sumatera Utara.
Dalam wawancara mendalam dengan beberapa mahasiswa dan pekerja muda di pusat kota, muncul pola yang sama: sarapan mie instan di pagi hari, makan siang cepat saji, dan menutup malam dengan minuman manis atau boba. Cerita ini mencerminkan realitas generasi muda yang hidup di era serba instan, di mana makanan cepat saji, minuman tinggi gula, dan camilan olahan menjadi pilihan yang lebih praktis dan menggoda dibandingkan menyiapkan menu sehat di rumah. Fenomena yang tampak sederhana ini, jika dibiarkan, berpotensi menjadi bom waktu bagi kesehatan masyarakat. Pertanyaannya menjadi krusial: apakah kita sedang membentuk generasi yang tampak sehat secara fisik, namun menyimpan risiko penyakit kronis sejak usia muda?
Gaya hidup instan tidak muncul begitu saja. Kesibukan kuliah, tekanan pekerjaan, dan keterbatasan ekonomi mendorong banyak individu memilih makanan yang murah, cepat, dan mudah diperoleh. Sayangnya, keputusan praktis ini sering kali mengorbankan kualitas gizi. Data Riset Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa konsumsi sayur dan buah di Indonesia masih sangat rendah, jauh di bawah rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia. Sebaliknya, konsumsi makanan tinggi gula, garam, dan lemak terus meningkat. Minuman manis, mie instan, gorengan, dan camilan tinggi kalori menjadi teman sehari-hari anak muda.
Kementerian Kesehatan mencatat bahwa penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, kolesterol tinggi, dan obesitas semakin sering ditemukan pada kelompok usia produktif. Dulu, penyakit kronis identik dengan orang tua, tetapi kini mahasiswa dan pekerja muda pun mulai mengalaminya. Bahkan, beberapa remaja belasan tahun sudah divonis diabetes tipe 2 akibat pola makan yang tidak seimbang sejak kecil.
Dampak gaya hidup instan sering kali bersifat laten. Tubuh memang mampu beradaptasi, namun lama-kelamaan organ vital seperti jantung, ginjal, dan pankreas mengalami kerusakan perlahan. Banyak anak muda tidak menyadari gejala awal karena cenderung samar: kelelahan, kenaikan berat badan, atau konsentrasi menurun. Mereka mengira kondisi tersebut hanya akibat begadang atau stres akademik, padahal bisa jadi itu pertanda awal penyakit kronis. Kebiasaan kecil yang tidak sehat, seperti pepatah lama, akan menumpuk dan berdampak besar di masa depan.
Budaya instan tidak sepenuhnya lahir dari pilihan individu. Industri makanan juga memiliki peran penting. Iklan minuman manis dengan artis idola, tren fast food yang dipromosikan lewat aplikasi pesan-antar, dan popularitas jajanan viral di media sosial membentuk kebiasaan konsumsi. Anak muda sering tidak menyadari bahwa mereka diarahkan mengonsumsi produk tinggi gula dan garam. Di sisi lain, pesan kesehatan jarang disampaikan dengan cara yang menarik, sehingga kampanye makan sehat sering kalah menarik dibandingkan gempuran iklan junk food.
Menyalahkan makanan instan semata tentu tidak adil. Inti masalah terletak pada pola hidup yang tidak seimbang. Mengonsumsi mie instan atau kopi manis sesekali tidak membahayakan jika disertai olahraga teratur, hidrasi cukup, dan asupan buah serta sayur memadai. Sayangnya, keseimbangan tersebut jarang tercapai. Survei Konsumsi Makanan menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat lebih memilih karbohidrat olahan dibandingkan buah segar, sementara aktivitas fisik menurun karena banyak anak muda lebih banyak duduk di depan layar.
Fenomena ini menuntut perhatian serius dari kesehatan masyarakat. Jika tren gaya hidup instan dibiarkan, Indonesia berpotensi menghadapi lonjakan kasus penyakit kronis dalam 10 hingga 20 tahun ke depan. Generasi muda produktif yang seharusnya menjadi tulang punggung ekonomi justru terbebani biaya pengobatan jangka panjang. Beban negara juga meningkat karena pengobatan penyakit tidak menular tidak murah. Intervensi harus dilakukan segera.
Pemerintah dapat memperkuat regulasi iklan makanan dan minuman tinggi gula, garam, dan lemak, mencontoh beberapa negara yang telah menerapkannya. Label kandungan gizi harus jelas dan mudah dipahami. Sekolah dan kampus dapat menjadi pusat edukasi gizi, menyediakan kantin sehat, kampanye konsumsi buah setiap hari, serta kegiatan olahraga rutin. Tenaga kesehatan perlu mendekati anak muda dengan cara relevan, misalnya konten kreatif di media sosial. Edukasi harus segar, singkat, dan mudah diingat, bukan berbentuk ceramah kaku.
Masyarakat pun tidak boleh pasif. Orang tua dapat menanamkan kebiasaan pola makan sehat sejak dini. Komunitas lokal bisa memfasilitasi kegiatan olahraga bersama atau gerakan membawa bekal sehat ke sekolah dan kampus. Anak muda harus menyadari bahwa menjaga kesehatan adalah investasi jangka panjang, bukan sekadar menghindari sakit hari ini.
Generasi muda adalah aset bangsa. Mereka harus tumbuh kuat, cerdas, dan produktif. Tidak mungkin hal ini tercapai jika di usia dua puluhan mereka sudah bergantung pada obat darah tinggi atau insulin. Perubahan gaya hidup memang tidak mudah, tetapi bukan mustahil. Kunci utama adalah kemauan bersama untuk memandang kesehatan sebagai investasi berharga yang akan mempengaruhi masa depan bangsa.
Makanan instan dan camilan bukanlah musuh utama. Musuh sesungguhnya adalah pola hidup yang serba cepat, malas bergerak, dan mengabaikan keseimbangan gizi. Jika masyarakat mampu menata kembali gaya hidupnya, mie instan akan menjadi pilihan sesekali, bukan ancaman. Generasi muda harus belajar sejak sekarang bahwa kesehatan adalah tabungan tak tergantikan, yang nilai dan manfaatnya akan menentukan kualitas hidup mereka di masa depan.
Corresponding Author: Michel Anatasya Ramadani ([email protected])

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Menata Masa Depan Planet dengan Bijak
9 jam laluBaca Juga
Artikel Terpopuler